Aku ingin karyaku turut memajukan kisah inovasi lintas benua dan lintas zaman, aku ingin menciptakan diriku dari apa pun yang kuyakini dapat mendekatkanku ke sebaik-baik Eliza Vitri Handayani.
House on Fire
Somehow I knew this fire would be here when I wake up, the same way I knew you would not.
Merebut Ruang
Kita berhutang pada diri kita sendiri untuk menjaga keberagaman kita—untuk mewujudkan sebuah bangsa di mana semua orang dapat, dengan aman dan leluasa, menjadi diri mereka masing-masing.
Delapan Belas Tahun Kemudian
Esai ini merupakan bagian dari serangkaian yang ditugaskan oleh Pusat Australia-Indonesia—penulis dan komentator terkemuka dari Indonesia dan Australia memeriksa secara dekat masyarakat, budaya, dan situasi politik di negara masing-masing. Ketika diminta menyumbang esai untuk serial tersebut, langsung terpikir oleh Eliza untuk menyelusuri topik itu melalui tema trauma personal dan nasional, terutama tragedi Mei 1998.
Claiming Space
To censor is to say certain voices are not okay. When you don’t see people like yourself represented, you may feel isolated. That’s why intolerant groups must not be allowed to define what it means to be Indonesian. We owe it to ourselves to take care of our diversity—to realize a country where everyone can be true to themselves.
WrICE
WrICE brings together a group of five Australian and five Asian writers each year for a face-to-face collaborative residency in Asia followed by a reciprocal event in Australia at the Melbourne Writers Festival. It contributes to an Asia-Pacific community of writers, sparking networks and connections and raising the professional profile of writers across the region. Eliza Vitri Handayani was one of WrICE’s 2016 fellows.
After ’98: Censorship, Compromises, and Resistance
Police interference with the Ubud Writers and Readers Festival’s program was the latest sign of paranoia about 1965-related events. Two sessions unrelated to 1965 were also cancelled at UWRF: a panel called ‘For Bali’ about large-scale water and mangrove reclamation plans, big businesses, and the environmental movement, Bali Tolak Reklamasi (Bali Says No to Reclamation); and the launch of the novel From Now On Everything Will Be Different.
Puncak
Banyak orang menjelang Ramadan dengan memperbanyak salat dan doa. Lain dengan Ferdian, Risa, dkk. Mereka mempersiapkan diri dengan melampiaskan nafsu berpesta, mabuk, dan teler habis-habisan supaya kuat puasa hura-hura selama sebulan. Keseruan pesta mereka terusik ketika Lani – pacar Patar yang merupakan ‘cewek baik-baik’ dan memiliki ayah soerang polisi – memaksa ingin bergabung.
A Bloody Past: On Censorship in Indonesia
In a country as diverse as Indonesia—with hundreds of ethnicities, many faiths, and with an authoritarian history, it can be difficult to talk about controversial issues. Since the fall of the New Order, Indonesia has taken steps to guarantee freedom of expression. Unfortunately, laws that contradict those steps have also been passed.
Us + Them (bahasa Indonesia)
Sesekali sebutir nasi atau seiris bawang goreng tersisa di pinggir bibir mereka, bagai seorang minoritas atau kambing hitam, yang kemudian mereka enyahkan dengan sapuan tangan.